BANTENCORNER – Di era digital saat ini, satu hal yang mulai menjadi pembeda antara bisnis yang bertahan dan yang tumbang adalah kemampuan mereka membaca dan memanfaatkan data. Istilah big data tidak lagi hanya milik perusahaan teknologi raksasa seperti Google, Amazon, atau Alibaba. UMKM pun kini memiliki peluang yang sama untuk naik level jika mampu mengakses, memahami, dan mengolah data dalam jumlah besar dengan cerdas. Namun, pertanyaannya adalah bagaimana caranya? Dan apakah realistis untuk UMKM yang sering kali terbatas modal, SDM, dan teknologi?
DataReportal pada 2024 mencatat bahwa rata-rata orang Indonesia menghabiskan 7 jam 42 menit per hari di internet, dengan 60,4% penduduk aktif di media sosial. Dari setiap interaksi, like, komentar, hingga transaksi e-commerce, tercipta jejak data yang luar biasa banyak. Itulah yang disebut big data: kumpulan data besar dan kompleks yang tidak bisa dikelola dengan metode tradisional. Untuk UMKM, jejak digital ini bisa menjadi tambang emas bila dimanfaatkan dengan benar.
Langkah pertama adalah memahami jenis-jenis data yang relevan untuk bisnis skala kecil hingga menengah. Ada tiga tipe utama: data terstruktur (seperti data transaksi penjualan, daftar pelanggan, harga produk), data semi-terstruktur (seperti data dari media sosial), dan data tidak terstruktur (seperti ulasan pelanggan, foto, atau video). Tantangannya bagi UMKM adalah kebanyakan data tersebut tersebar di banyak platform dan tidak langsung terlihat manfaatnya. Namun, tools digital saat ini membuat pengolahan data jauh lebih mudah diakses.
Ambil contoh sederhana: pemilik toko online di Shopee atau Tokopedia bisa mengunduh data penjualan mereka setiap bulan. Dari sana, mereka bisa melihat produk apa yang paling sering dibeli, jam berapa pelanggan paling aktif berbelanja, hingga lokasi pelanggan terbanyak. Dengan mengombinasikan data ini dengan insight dari Google Trends atau media sosial, pelaku UMKM bisa mengetahui tren apa yang sedang naik daun di pasarnya. Hasilnya? Strategi pemasaran yang lebih tepat sasaran dan stok barang yang sesuai permintaan.
Menurut laporan McKinsey, perusahaan yang menggunakan big data dalam pengambilan keputusan memiliki peluang 23 kali lebih besar untuk mendapatkan pelanggan baru, 6 kali lebih mungkin mempertahankan pelanggan, dan 19 kali lebih mungkin untuk meningkatkan keuntungan. Meski angka ini berasal dari perusahaan besar, prinsipnya tetap relevan untuk UMKM. Bahkan dengan data yang terbatas, analisis sederhana bisa membawa dampak signifikan.
Salah satu kesalahan umum pelaku UMKM adalah hanya fokus pada data penjualan, tanpa melihat perilaku pelanggan. Padahal, perilaku online pelanggan dapat memberikan petunjuk penting. Melalui analytics media sosial seperti Instagram Insights atau Facebook Audience Insights, UMKM bisa melihat demografi pengikut mereka, waktu online terbanyak, hingga postingan mana yang paling banyak mendapat engagement. Dari sini, pelaku usaha bisa memutuskan apakah lebih baik memposting konten edukasi, promo kilat, atau video interaktif untuk meningkatkan konversi.
Namun, big data bukan hanya soal pemasaran. Dalam operasional pun, data bisa menjadi kunci efisiensi. Misalnya, restoran kecil yang memanfaatkan data penjualan bisa mengetahui jam sibuk sehingga bisa menyesuaikan jumlah karyawan di shift tersebut, menghindari biaya tenaga kerja berlebih sekaligus mempercepat pelayanan. Atau usaha fashion lokal yang memanfaatkan data tren warna dan bahan dari Pinterest dan TikTok untuk menentukan koleksi musim berikutnya.
Tentu ada tantangan teknis yang harus diatasi. Banyak UMKM di Indonesia belum familiar dengan konsep data-driven decision making. Survei Kemenkop UKM pada 2023 menunjukkan bahwa hanya 18% UMKM yang sudah memanfaatkan data digital untuk strategi bisnis. Sisanya masih mengandalkan intuisi. Di sisi lain, biaya untuk menggunakan software analitik profesional seperti Tableau atau Power BI bisa menjadi hambatan. Namun kini ada banyak alternatif gratis seperti Google Data Studio atau Microsoft Excel dengan fitur Pivot Table yang cukup mumpuni untuk analisis awal.
Selain itu, munculnya platform SaaS (Software as a Service) khusus UMKM membantu mempercepat adopsi big data. Contohnya Mekari yang menyediakan solusi pengelolaan keuangan dan SDM berbasis data, atau Sirclo yang membantu UMKM mengelola toko online dengan dashboard data yang user-friendly. Dengan biaya langganan relatif terjangkau, pelaku usaha tak perlu membangun infrastruktur data dari nol.
Tidak kalah penting adalah aspek keamanan data. UMKM harus mulai memahami regulasi seperti UU PDP (Perlindungan Data Pribadi) agar tidak ceroboh dalam mengelola informasi pelanggan. Kepercayaan konsumen akan menjadi modal penting di era digital. Studi IBM menunjukkan bahwa 78% konsumen hanya mau bertransaksi dengan bisnis yang mereka yakini mampu menjaga data mereka dengan aman.
Lalu, bagaimana memulainya? Ada tiga langkah praktis yang bisa diterapkan UMKM. Pertama, kumpulkan data yang sudah dimiliki: catatan penjualan, daftar pelanggan, feedback di media sosial. Kedua, analisis data tersebut dengan tools gratis atau murah untuk menemukan pola dan peluang. Ketiga, gunakan insight tersebut untuk membuat keputusan bisnis yang lebih tepat. Mulai dari menentukan produk favorit pelanggan, waktu posting iklan, hingga lokasi pemasaran.
UMKM juga bisa mempertimbangkan kolaborasi dengan pihak ketiga yang lebih ahli di bidang data. Banyak startup data analytics yang kini membuka layanan konsultasi untuk bisnis kecil dengan harga yang lebih ramah dibanding konsultan besar. Kolaborasi ini penting untuk mempercepat kurva belajar sekaligus menghindari kesalahan mahal di awal.
Yang menarik, adopsi big data di UMKM tidak hanya meningkatkan keuntungan, tetapi juga daya saing. Saat pasar lokal semakin dipenuhi produk impor murah, data menjadi senjata untuk bertahan. Dengan memahami pelanggan lebih dalam, UMKM bisa menawarkan pengalaman yang lebih personal dan relevan. Penelitian Harvard Business Review menyebutkan bahwa personalisasi berbasis data mampu meningkatkan pendapatan hingga 15% dan efisiensi marketing hingga 30%.
Dalam jangka panjang, penggunaan big data akan mendorong UMKM naik kelas ke level yang lebih tinggi. Bukan lagi hanya sebagai pemain lokal yang bersaing harga, tetapi sebagai brand yang memahami konsumennya secara mendalam, responsif terhadap tren, dan efisien dalam operasional. Dengan kata lain, data menjadi bahan bakar utama transformasi digital UMKM.
Memang, tidak ada jalan instan. Tetapi satu hal yang pasti: UMKM yang mulai memanfaatkan data sejak sekarang akan memiliki keunggulan kompetitif yang sulit disaingi oleh mereka yang masih mengandalkan intuisi semata. Di dunia bisnis modern, intuisi tanpa data adalah spekulasi, sementara data tanpa analisis adalah beban. Menggabungkan keduanya akan menjadi kunci untuk naik level.
Karena pada akhirnya, big data bukan lagi soal ukuran bisnis, tetapi soal kesiapan mindset. UMKM yang berani berinvestasi waktu dan energi untuk belajar data hari ini adalah mereka yang akan menjadi raksasa lokal di masa depan.







