BANTENCORNER – Dalam rangka percepatan eliminasi penyakit TBC yang merupakan salah satu Program PHTC (Program Hasil Terbaik Cepat) Presiden dan wakil presiden, diperlukan strategi untuk melakukan percepatan eliminasi tersebut . SOLUSI TBC adalah langkah strategis dan terintegrasi untuk mempercepat eliminasi TBC di tahun 2030.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten, Deden Apriandhi mendukung penuh terhadap inisiatif ini, menyebut “SOLUSI-TBC” sebagai momentum penting untuk mengubah pendekatan penanggulangan TBC di Banten dari nonreaktif menjadi aktif.
“Angka TBC di Banten masih tinggi, dan terdapat tantangan serius, terutama pada aspek pencegahan dengan cakupan Terapi Pencegahan TBC (TPT) dan capaian pengobatan TBC Resisten Obat yang masih rendah,” katanya.
Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Banten, dr. Rr. Sulestiorini, menjelaskan SOLUSI TBC adalah akronim dari Strategi Optimalisasi Layanan, Ukuran partisipasi, dan SInergitas, berfokus pada pendekatan terpadu dan terintegrasi.
“SOLUSI-TBC dirancang untuk mengatasi akar masalah berupa pengaktifan tim TP2TB (tim percepatan penanggulangan TBC), pemantauan pelaksaanaan RAD, peningkatan penemuan kasus ,pencegahan dan pengobatan TBC, optimalisasi sarana prasarana, meningkatkan partisipasi lintas sector serta sinergitas dengan pemerintah pusat.” jelas dr. Rr. Sulestiorini.
Fokus utamanya percepatan eliminasi TBC ini adalah tanggungjawab semua pihak, semua pihak harus ikut berpartisipasi dalam percepatan eliminasi TBC.
Tiga pilar intervensi utama dalam SOLUSI-TBC tersebut adalah Optimalisasi Layanan, yaitu peningkatan kualitas layanan dari hulu ke hilir, integrasi layanan active case finding dengan CKG dan pemberian TPT, pelatihan SDM untuk tatalaksana TPT dan TBC RO, serta penyusunan kebutuhan alat skrining seperti TCM.
Kemudian Partisipasi (Ukuran Partisipasi), yaitu dengan mendorong keterlibatan aktif komunitas dan swasta, mengoptimalkan peran kader kesehatan sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO), dan melakukan sosialisasi masif untuk mengurangi stigma TBC.
Dan Sinergitas, dengan cara membangun sinergi dngan kebijakan pemerintah pusat, koordinasi antarlembaga melalui forum seperti “KOPI TBC” (Koordinasi dan Partisipasi Intensif TBC) untuk memastikan intervensi berjalan efektif dan terukur, lanjut dr. Rr. Sulestiorini.
“Kami optimis, dengan dukungan penuh dari Bapak Gubernur, serta kolaborasi dari seluruh unsur pentahelix (pemerintah, swasta, akademisi, masyarakat, dan media), TBC dapat tereliminasi di Banten sebelum tahun 2030,” tutup dr. Sulestiorini, sambil menegaskan kembali pentingnya kolaborasi dan dukungan kebijakan dalam mengatasi isu kesehatan strategis ini.***







